Kala Masih Sangat Muda (Atau Kecil?)

             Pagi itu, di kala anak-anak lain sedang disuapi sarapan oleh ibu mereka, gadis kecil bernama Utun sedang merapikan seragam yang ia kenakan. Pasang gesper, lalu pasang dasi merah yang bertali karet putih. Dengan sebuah cermin setinggi tubuhnya, dia memperhatikan bayangannya di dalam cermin itu. Hehehe imut..
            Dan di sebelahnya, seorang pria dewasa dengan kemeja biru lengan panjang dengan motif garis-garis putih juga tak kalah cermat memperhatikan bayangan dirinya di cermin yang ukurannya lebih tinggi dari cermin kecil di sebelahnya. Dengan dasi biru tua polos, ia terlihat tampan walau wajahnya terlihat lelah. Hehehe ahjussi tampan..
            “I’m done! Kamu sudah cukup rapi dan imut, Anak ku sayang?” tanya lelaki itu dengan berjongkok di depan gadis kecil yang berada di sampingnya.
            “Yes, papa” jawabnya dengan senyum lebar.
            “Let’s go!“
~~~
            Ini hari pertama untuk Utun dan anak-anak lain seusianya belajar di sekolah dasar. Utun yang tadi sudah makan dua helai roti dengan selai coklat, merasa siap dan cukup imut untuk memulai harinya. Dengan poninya yang rata dan rambutnya yang pendek, ia tak kalah imut dengan anak perempuan lain yang barusan saja lewat di sampingnya sambil menarik tas sekolah yang ternyata beroda dan seperti koper mini itu. Dan berwarna pink!
            Utun memperhatikan anak perempuan itu hingga akhirnya anak itu hilang setelah berbelok ke arah lain.
            Ahjussi tampan eh maksudnya lelaki dewasa tampan yang dipanggil papa oleh Utun memperhatikan anaknya yang tadi memperhatikan anak lain.
            “Hey, sweetie, kamu suka tas macam begitu, ya?” tanya Papa pada Utun.
            Utun hanya tersenyum cengengesan dan mengangguk.
            Lalu papanya berkata “Itu sudah kuno, sayang. Tas macam begitu sudah ada sejak papa masih kecil. Lebih keren tas kamu, di desain langsung oleh perancang tas tercantik di dunia ini.”
            “Hehehe iya, papa. Papa bisa antar aku ke kelas sebelum pergi?” tanya Utun dengan wajah super imutnya.
            “Tentu, sayang. Ayo!” jawab papa sambil memegang tangan Utun dan bergegas mencari kelas untuk Utun.
            Setelah mencari dan berhasil menemukan kelas yang dituju, Utun menarik tangan papanya. “Papa boleh pergi sekarang, aku akan masuk dan pasti langsung dapat teman” katanya dengan seulas senyum. Papa mengelus rambut Utun dan menciumi wajah Utun. Dengan urutan: pipi kanan-pipi kiri-kening-hidung-bibir. Lalu giliran Utun membalas serangan ciuman dari papanya. Dengan urutan yang sama pula. Lalu ia melambaikan tangannya dan masuk ke dalam kelas.
            Papa membalas lambaian tangan Utun dan hampir menangis. Namun tertahan karena sebuah sapaan lembut terdengar. “Selamat pagi, pak”
            “Oh iya, selamat pagi, bu. Saya orangtua dari Utuna Napapa, anak yang duduk di bangku paling depan baris kedua. Mohon bantuannya” kata Papa setelah melihat suara yang menyapanya berseragam guru dan berfirasat kalau perempuan itu adalah wali kelas anaknya nanti.
            “Oh iya, pak..”
            Belum sempat ibu itu melanjutkan kalimatnya yang masih tersimpan di mulutnya, Papa sudah minta izin untuk pergi. Sambil melambaikan tangan untuk Utun, dia berlalu pergi.
~~~
            “Nama saya Danu Ranatuma” kata seorang bocah laki-laki dengan suara lantang.
            “Wow, Danu! Suaranya bagus, ya, anak-anak? Nah, semuanya nanti perkenalkan diri seperti Danu, ya…” kata ibu guru dengan penuh semangat.
            “Selanjutnya..”
            “Nama saya Utuna Napapa” kata Utun memperkenalkan diri setelah berdiri dari sikap duduknya.
            “Dipanggilnya apa, bu?” tanya seorang anak.
“Papa biasanya panggil ‘Nana’” jawab perempuan kecil itu dengan semangat.
“Utun ajaaaa biar greget!” seru seorang anak.
“Eh tapi namanya kok aneh bu?!” tiba-tiba seorang anak berdiri dan bertanya demikian. “Iya bu! Napapa itu temennya gapapa, ya, bu?” tanya anak lainnya. Lalu sekelas saling membicarakan nama Utun yang dianggap aneh itu sambil tertawa.
            “Tenang anak-anak.. “ bu guru berkata sambil mencoba menenangkan keadaan. Dilihatnya mata Utun mulai berkaca-kaca. Nampaknya sebentar lagi akan ada pipi yang basah, pikir bu guru.
            “Hehehe.. namaku unik, teman-teman. Bukan aneh” jawab Utun yang mencoba menahan tangis sambil tersenyum.
            “Apa uniknya? Aneh itu mah..” seru seorang bocah lain yang agak gemuk.
            “Utuna Napapa itu artinya Lucunya Anak Papa. Papa yang buat namaku walau aku belum lahir dan mama masih ada. Katanya saat aku lahir, aku terlihat sangaaaattt lucu dan Papa bangga akan hal itu. Terus kata Papa, waktu itu lagi jaman Alay. Dan namaku bentuk ke-alay-an Papa waktu muda. Dan aku senang. Mama juga senang” jawab Utun lengkap. Jawabannya terdengar seperti sebuah hafalan. Tapi untuk anak usia enam tahun, cukup hebat Utun bisa menghafal kalimat-kalimat itu.
            Setelah selesai menjelaskan, nyatanya tak ada pipi yang basah di kelas itu. Namun mata yang berkaca-kaca kini malah bukan Utun, melainkan perempuan yang disebut bu guru oleh murid-murid di dalam kelas itu. Utun malah tersenyum lebar dan mengakhiri perkenalannya dengan wajah ceria.
            Dan seseorang merasa kagum akan Utun, apalagi senyum lebar yang memperlihatkan dua gigi terdepannya itu. Lalu setelah bel istirahat pertama saat itu, seseorang itu menghampiri Utun.
            “Tun, eh Na, aku punya rahasia..”
            “Rahasia apa?”
            “Namaku juga ada kepanjangannya kata Bunda aku”
            “Apa?”
            “Danu itu Danang dan Nunung, nama Ayah sama Bunda aku”
            “Oh, terus kalo Ranatuma?”
            “Hmm.. Ra untuk Rajin, Na untuk hem apa tuh nasi.. nasional.. apa ya? Ada is-isnya gitu..”
            “Apa? Nasionalis?”
            “Ya!! Terus Tu untuk Tuampan dan Ma untuk… manis”
            “Itu?”
            “Iya!!!”
            “Wah kereeeeeeeeeennnn!”
            “Hehehehehehehehe”

Mereka berdua tidak tahu arti Alay yang sesungguhnya hingga waktu berjalan. Melaju ke depan dan tak tertahankan. Dan dua bocah itu beranjak remaja lalu mereka mulai menyadari mereka berdua dekat karena sebuah kealay-an yang dibuat orang tua mereka masing-masing saat muda.
            Jawaban atas nama aneh Utun saat perkenalannya di bangku sekolah dasar itu berlaku hingga Utun pertama memperkenalkan diri saat masuk sekolah menengah pertama dan atas. Panggilannya pun tetap menjadi Utun, bukan Nana. Tak ada perubahan. Tak ada penambahan maupun pengurangan. Danu Ranatuma jadi saksinya.
Bagi Danu, momen berbagi rahasia arti namanya adalah sebuah anugerah juga bencana sesudahnya. Anugerah yang membuat ia bisa bersahabat dekat dengan Utun hingga saat ini. Dan bencana ketika Utun mulai memanggilnya..
            “Hey TUUUAAAAAAMMMMPPPAAAAAAAAAAAAANNNNN!!!! HAHAHAHAHAHAHAHA”

Komentar

  1. Huahahahahaha...
    Kalo derra diatama riany apa artinya

    BalasHapus
  2. Wah kalau saya spesial bang, akronim nama dari orang-orang yang spesial juga hehehe

    BalasHapus
  3. Ooohh ternyata ini... Yg membuat wwah!
    "spesial"
    Pantesan, Setiap perilakunya eenak sempurna indaah ademm hehe LLuarbiasalah...

    BalasHapus
  4. Ooohh ternyata ini... Yg membuat wwah!
    "spesial"
    Pantesan, Setiap perilakunya eenak sempurna indaah ademm hehe LLuarbiasalah...

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kepikiran #3 Kepikiran

What Happened to My Twenty-Seventh

Human's Emotion Over a Novel: Laut Bercerita