Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2015

Vano

        " Kamu jaga diri baik-baik, ya. Jaga hati, dan jangan lupa kasih kabar. Kita cuma beda kota aja kok " kata Vano sambil menatap lurus ke arah mataku. Tangannya yang menggenggam kedua tanganku kini mulai melemah. Dan akhirnya dia melepaskan genggamannya.         Mataku kurasa mulai berkaca-kaca menahan genangan air yang rasanya ingin tumpah di sudut indra penglihatanku ini.         " Hey, jangan sedih. Nanti kalau aku udah jadi penerbang, aku bakal sering ngunjungin kamu di kota yang katanya panas itu. " Vano mencoba menghiburku. Dia tersenyum sedamai mungkin agar resahku segera pergi.         " Berjanjilah, segera jadi yang kamu impikan dan kunjungi aku! " kataku manja. Entahlah, aku yang selama ini terkesan kuat malah jadi semanja ini pada sosok lelaki yang baru empat bulan ku kenal. Aneh.         Dia mengangguk. Senyumnya masih hadir di wajah sendu nan teduh itu. Dia mengelus rambutku dan berkata " pasti, asalkan kamu setia menanti. &

Your Silver Ticket

          " Aku menyukaimu " aku berkata lirih kepada perempuan manis di hadapanku ini. Seluruh keberanianku sore ini ku tumpahkan seluber-lubernya dengan semesta sebagai saksinya.          " Ren? Are you kidding me? " tanyanya heran. Ya, tampak paras manisnya berubah heran. Siapa sangka aku yang selama ini ada di sampingnya sebagai teman lelaki paling akrab tiba-tiba menyatakan perasaan.      " No. That feeling is true. And it aint kidding or joking or flirting " jawabku meyakinkannya. Aku menatap lurus ke kedua bola matanya yang bulat itu. Astaga, dia sosok paling sempurna ketiga setelah ibu dan Maudy Ayunda menurutku.   Dia membuang tatapannya dariku. Melempar jauh-jauh pandangannya ke sekeliling tempat kami berada.        Aku tak menyalahkannya untuk hal itu. Menerima kenyataan bahwa seseorang yang selama ini dianggapnya sahabat, ternyata punya perasaan lain yang seharusnya tak ada, pasti sulit, bukan?       " Aku tau, pasti aneh buat k