Bukan Awan #5

“ Gue kalah, Dan “
            Aku mengadu pada sobatku satu-satunya di sekolah. Panjang lebar aku menceritakan kejadian yang aku alami kemarin.
            “ Elu sih kebanyakan diem. Ya cewek juga males kali, bro, nunggu kelamaan..
            .. apalagi saingan lu sekelas kak Awan “
            Aku diam. Mencerna kalimat yang keluar sekonyong-konyongnya dari mulut Danu. Kalimatnya sederhana tapi ‘ kena ‘ bagiku.
            “ Saingan gue bukan sekelas kak Awan, tapi emang kak Awan “ aku menjawab kalimatnya. “ Sial, maksud gue juga gitu. Eh tapi gue belum denger kabar kalau Bintang udah jadian tuh. Elu belum kalah, sob. Masih ada kesempatan “ sambung Danu untuk kalimat menyakitkan sebelumnya.
            Danu benar. Setidaknya aku belum mendengar kabar atau melihat langsung kalau Bintang dan Awan jadian. Masih ada jalan, masih ada kesempatan.
~~~
            “ Bintang? Aku suka sama kamu sejak lama. Sejak kamu masih pakai topi berumbai-rumbai dan panggilanmu masih kepompong “
            Ah, sial. Kenapa kalimatnya malah begitu. Aku bergumam sendiri. Memikirkan kalimat yang cocok untuk ku sampaikan jika tiba waktunya. Tapi, belum apa-apa saja, lidahku sudah kelu. Otakku tak bisa berfikir jernih tentang apa yang kira-kira bisa membuat perempuan itu terkesan.
            Tarik nafas, hembuskan. Tarik lagi, hembus lagi. Waktu istirahatku tersita hanya untuk berfikir dan bernafas. Coba imajinasikan hal-hal indah yang mungkin terjadi jika aku cukup berani menyatakan ke Bintang tentang apa yang aku rasakan, gumamku. Aku memejamkan mata, menarik nafas lebih dalam, dan muncul sekelebat imajinasi di otakku.
            Aku berada di taman, sudah menyiapkan segala pernak-pernik untuk memuluskan cerita cintaku yang baru akan dimulai. Perempuan itu datang dan memanggil namaku dengan riang, “ Gilang? “
            Ah rasanya seperti nyata. Seperti benar-benar ada sosoknya di dekatku dan suaranya benar-benar terdengar. Aku melanjutkan imajinasiku. Dalam khayalku, kini dia duduk di sampingku dan memegang pundakku. Aku senyum-senyum sendiri membayangkannya.
            “ Woy, Lang! “
            Hmm.. Kenapa suara Danu kali ini yang terdengar? Pundakku juga terasa seperti dipukul-pukul. Aku membuka mata perlahan. “ Woy, Lang, lu gak denger suara bel masuk? “ tanya Danu dengan nada setengah berteriak. Takut-takut kalau aku belum sadar dari imajinasiku, mungkin.
            “ Iya, Lang, kamu gak sadar-sadar dari tadi aku panggil-panggil. Keenakan berkhayal, ya? “
            Ternyata ada perempuan ini juga. Berarti tadi benar-benar suaranya, bukan karena khayalanku yang terlalu kuat.
            “ Eh, kalian, ayo masuk kelas “
            Aku menjawab kalimat-kalimat mereka dengan kalimat seadanya dan langsung berjalan meninggalkan mereka berdua. Aku terlalu kikuk dan malu, mereka mendapati aku yang sedang keasikan berkhayal tadi.

Komentar

  1. beberapa post lagi cerpennya bakal tamat :")

    BalasHapus
  2. puisi untuk mantan, ikut post yah ka klw jelek hapus aja

    dear mantan

    dear mantan masih ingat kah ketika kau ku perjuangkan dengan keberanian
    masih ingatkah kau ku pertahankan dengan sebuah keyakinan
    masih ingatkah kau dengan semua kenangan

    dear mantan aku berjuang dengan suatu tekat tentang suatu janji kita nnti

    masih ingtkah begitu banyak darah yang harus di cucurkan demi sebuah hubungan

    begitu bnyk luka yang harus di terima untuk suatu ikatan

    aku berjuang berjuang namun kini aku tak seimbang

    kau injak injak hati ini dengan sebuah penghianat an

    kau robek robek janji ini dengan sebuah kata berpisah

    kau tega menusuk dada ini dengan luka

    for you dear mantan

    BalasHapus
  3. Curhatannya berima.. Baik itu kalau bikin blog juga hehehehe

    BalasHapus
  4. Curhatannya berima.. Baik itu kalau bikin blog juga hehehehe

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kepikiran #3 Kepikiran

What Happened to My Twenty-Seventh

Human's Emotion Over a Novel: Laut Bercerita