Bukan Awan #3

        “ Woy Lang! “
      Suara teriakan Danu mengalihkan pandanganku dari sosok perempuan yang duduk di depan kelas. Kepalanya tertunduk ke bawah. Ke arah ponsel yang sedang digenggamnya.
        “ Woy Lang, jangan bengong gitu dong! Gara-gara lo nih kita ketinggalan angka!
       Danu memukul punggungku dengan keras. Pasti dia kesal karena bola di tanganku bisa diambil lawan dengan mudah tadi. Aku tidak menyalahkannya. Tapi, aku juga tidak mungkin menyalahkan mataku yang langsung tertuju pada sosok perempuan yang beberapa tahun belakangan ini aku kagumi, hmm maksudku aku sukai.
        “ Sorry Dan gue udahan dulu “ Aku menepuk punggung Danu yang masih berdiri di dekatku dan memberinya kode jari ke arah perempuan itu.
      “ Woy sial belum selesai nih match “ Wajah Danu kesal tapi dia tampak akan merelakan kawannya untuk masalah beginian. “ Yaudah sono “
          “ Thanks pal “
        Aku berjalan santai ke arah perempuan itu. Dia masih menatap ke bawah, ke arah ponselnya. Aku duduk di sampingnya, tapi sepertinya dia tak menyadari kehadiranku. Terdengar tawa kecilnya mengisi ruang di antara kami. Entah kenapa rasanya aku bahagia hanya mendengar tawanya. Aku menghela nafas, dan mensyukuri telah adanya dia.
          “ Eh, Gilang, udah lama duduk di sebelah aku? “
          Dia benar-benar tidak menyadari kehadiranku. Tapi bibirku malah melekungkan senyuman.
          “ Lang, kamu sehat? “
          “ Hmm? Apa aku terlihat sakit? “ tanyaku heran.
         “ Enggak hehe aku jarang ngeliat kamu senyum, dan siang ini kamu senyum, pertanda baik apa ini? Hahaha “
         “ Mungkin karena bahagia yang lagi kamu rasain menular ke aku “
          Aku menjawabnya lagi dan entah kenapa senyumku mengembang lagi.
        “ Eh kamu senyum lagi hahaha sebahagia itukah aku sampai bisa menular dan membuat lelaki dingin ini tersenyum? “
         Aku mengalihkan pandanganku padanya. Tak tahan mataku beradu dengan kedua matanya yang bening itu. “ Hmm iya sepertinya bahagiamu hari ini mencapai batas maksimal “
        “ Hahaha bahagiaku tak ada batas maksimal atau minimal, Gilang. Hanya saja rasanya bahagia sekali. Kamu inget gak si awan yang pernah aku bacain kalimat-kalimatnya di instagram? “
       Oh tentu saja, tentang si awan kecil sumber bahagianya. “ Iya aku inget, jadi apa kalimat-kalimat gombalnya kali ini? “ Entah kenapa kali ini aku penasaran sudah sejauh apa si awan itu berusaha. Apa dia benar-benar mengejar gadis ini?
       “ Okay I’m going to tell you this, but you have to hear and don’t be jealous, ya? “ Dia menggoda, tentu saja aku tak akan cemburu dengan lelaki yang bahkan rupanya saja tak tahu bagaimana. Tapi, aku iri, dia bisa membuat perempuan ini tersenyum tiap kali menatap layar ponselnya. Aku hanya iri, karena sikap dinginku hanya bisa membuat lidahku kelu hingga kalah dan tak mampu berucap tentang apa yang aku rasakan. Aku nyaris kalah oleh kalimat-kalimat puitis yang dapat membuat perempuan ini tersenyum lebih indah dari biasanya.
       “ Enggak. Oke just start it “
        Mendung. Tahu artinya apa? Awanmu yang kecil ini akan segera jatuh.
       “ Apa? Maksudnya apa? “ gumamku dalam hati.
     “ Kamu gak ngerti ya? Muka kamu kaya bingung gitu hahaha “ dia menertawaiku seolah-olah merasa menang telah membuat wajahku terlihat bingung. Jujur, aku memang tidak mengerti apa hubungannya mendung dan awan jatuh bisa membuat perempuan ini bahagia. Dia suka hujan?
       “ Gilang, you know what, ini artinya aku bakal tau siapa si awan ini secepatnya! “
      “ Iya aku tau “ aku berbohong menjawab pernyataannya. Aku pikir dia bahagia jika hujan turun karena dia suka hujan. Ternyata bukan. Aku baru sadar kalau semua berkorelasi dengan si awan yang akan berkondensasi.

      Mendung, awan berkondensasi menjadi hujan. Turun ke bumi dan jatuh membasahi apa saja yang dikenainya.
      Mendung, akan hujan. Si ‘ awan ‘ akan menemui perempuan ini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kepikiran #3 Kepikiran

What Happened to My Twenty-Seventh

Human's Emotion Over a Novel: Laut Bercerita