Bukan Awan #1

            “ Punya kamu mana? Coba liat! “
            “ Ini “
            Aku memberikan kertas hasil ujianku kepada gadis yang berdiri tepat di depanku. Dia mengambilnya dengan sigap dan kulihat kerut di dahinya muncul perlahan. Aku menahan senyum ketika tampang seriusnya terpasang saat memelototi dua lembar kertas yang kini ada di tangannya.
            “ Kok gini? Aku yakin 100% cara dan jawabanku benar, tapi kenapa salah? “
            “ Karena memang jawabanmu salah “
            “ Enggak, i-ini bener kok, tuh coba liat deh “
            Dia menyodorkan kedua kertas itu. Dengan santai kuperhatikan keduanya dan sesekali kulihat wajahnya yang masih serius.
            “ Nomor berapa? “
            “ Nomor 4 tuh, liat deh “
            “ Tadi pas ujian, tangan kamu gak kenapa-kenapa? “
            “ Iya, baik-baik aja kok “
            “ Telinga kamu gak ketutupan sesuatu? “
            “ Telinga? Enggak tuh “
            “ Berarti otak kamu yang lagi gak sinkron “
            “ Kok gitu? Kok malah ngatain aku? “
            “ Penglihatan, pendengaran, dan lain sebagainya itu diproses oleh otak. Dan waktu ujian tadi, tangan, mata, telinga kamu sepertinya sedang tidak sinkron dengan otak. Lihat perbedaannya, kamu salah tulis soal. Kamu kurang konsentrasi. “
            “ Ah masa? “
            Dia melihat kertas ujianku dan mencocokkannya lagi dengan punyanya dan kini ditambah punya teman lain.
            “ Oh iya, aku salah soal “
            Tangannya mengembalikan kertas ujianku lagi dan berjalan meninggalkan bangkuku dengan langkah gontai. Hanya salah satu dari 25 soal dia bisa sampai lesu begitu.
            “ Anak itu, pergi begitu saja? “
            Aku memandang sosoknya yang berjalan kembali ke arah tempat duduknya. Dia duduk di bangku paling depan dalam barisanku. Kepalanya menunduk, itu yang kulihat. Lalu dengan gerakan cepat dia menguncir rambutnya yang tadinya tergerai. Aku masih memperhatikannya.
            Tiba-tiba dia menoleh ke belakang. Ke arahku.
            Matanya yang bening terlihat heran mendapati aku yang serius melihat ke arahnya dari tadi. Tanganku yang tadinya menahan dagu, kini bergerak perlahan karena terkejut.
            “ Hey, Lang, makasih ya “
            Kalimat itu keluar dari mulutnya dan lidahnya menjulur sedikit seperti mengejek. Ah, imut sekali. Sepertinya Tuhan lupa memberi batas untuk wajah manisnya.
            Aku menggangguk.

~~~
            Aku bukan pelangi. Berwarna dan selalu dinanti saat hujan reda. Aku hanya gumpalan kecil awan yang mengikuti langkahmu kemanapun kaki kecil itu bergerak. Berharap bisa memayungimu dari cahaya mentari yang terlalu menyilaukan. Setidaknya sebelum aku berkondensasi dan jatuh mengenaimu; sebagai hujan.
           
“ Ini instagram siapa ya? Setiap ngeposting pasti ngetag akun aku “
            Perempuan di sampingku tidak henti-hentinya membacakan isi postingan dari salah satu akun instagram yang sedang dia lihat. Wajahnya tampak heran, tapi ada raut senang juga terlihat.
            “ Lang, liat nih, coba deh baca hahaha “
            Dia mengalihkan pandangannya dari ponsel yang sedang dia genggam dan menaruh tatapannya ke arahku. Sebelum dia mendapati aku yang juga sedang melihatnya, segera aku mengalihkan pandanganku pada objek lain di sekitarnya.
            “ Aku udah denger kamu baca itu 11 kali dalam 15 menit terakhir ini, apa aku masih perlu membacanya lagi? “
            “ Hehehe enggak sih “
            Senyumnya yang tadi mengembang jadi menciut dan tatapannya beralih ke arah lain. Tangan kanannya menggaruk siku kirinya. Sepertinya bukan karena gatal, tapi menutupi rasa malunya akan respon yang aku berikan. Tawaku pecah dalam hati.
            “ Hmm Lang, menurut kamu, secret admire itu ada gak? “
            Dia kembali melihat ke arahku. Dengan tatapan menggemaskan dia menanyakan hal itu. Hal yang sudah pasti jawabannya dan seharusnya tidak perlu dia tanyakan padaku jika dia tahu sebenarnya aku.
“ Secret admire itu gak ada “
“ Kok gitu? “
“ Iya, maksud kamu contohnya yang sering ngeposting kalimat-kalimat bagus ke kamu gitukan? “
“ Hmm mungkin.. “
“ Dia cuma pengecut, lebih dari itu dia cuma mau ngerjain kamu, mungkin. Bisa aja dia cuma mau lihat respon kamu yang berlebihan itu hanya karena dua kalimat atau tiga atau empat atau paling banyak lima kalimat gombal yang semua orang galau juga bisa bikin..
.. mungkin dia ada di sekitar kamu, sedang melihat kamu dan tertawa puas sudah berhasil ngerjain siswi paling digemari satu sekolah “
Aku tanpa sadar mengeluarkan sederet kalimat itu sambil menatap kosong ke arah lapangan depan kelas.  Ketika aku melihat kembali ke arah perempuan di sampingku, wajahnya sudah berubah. Bibir yang tadinya melengkung ke atas berubah datar. Dia menatapku seolah tak percaya yang aku barusan katakan.
Dia mengalihkan pandangannya dari tatapanku. Menghela nafas dan bersiap seperti hendak mengatakan sesuatu.
“ Hehehe mungkin kamu benar..
.. aku jadi malu udah kegirangan kaya gini “
“ Gak perlu malu, kamu normal. Especially for a girl “
“ Hehehe iya… “

~~~
            Aku naik peringkat! Kini aku bukan sekadar awan kecil, tapi aku semakin besar karena telah melewati banyak rintangan dan aku sudah semakin jauh mengikutimu. Sepertinya aku terbang terlalu jauh, hingga aku lupa asalku dimana. Yang ku tahu hanya mengikutimu, jadi jangan biarkan aku kehilangan jejakmu. Karena aku hanya ingin meneduhkan harimu.
            Terdengar suara khas perempuan itu mengisi ruang kelas. Di sela-sela jam kosong begini, sempat-sempatnya dia membacakan isi postingan terbaru dari yang-dia-kira-secret-admire. Aku memasang sebelah earphoneku dan menggambar sesuatu di belakang bukuku. Seperti biasa.
            “ Malu? Apa dia sadar baru kemarin siang dia mengatakan hal yang wajar dan sekarang dia mulai lagi bertingkah konyol? “
            Aku asik dengan duniaku sendiri. Mendengarkan lagu-lagu kegemaranku dari ponsel apa adanya yang kupunya sambil menggambar apa saja yang dihasilkan dari kerja otak dan tanganku. Tapi telingaku sebelah kanan masih dengan bebas dapat mendengar perempuan itu berceloteh di depan kelas membacakan kalimat demi kalimat dari postingan yang dia dapatkan. Sesekali aku mencuri pandangan ke arahnya. Tingkahnya selalu ada-ada saja. Walau kadang malah mempermalukan dirinya sendiri.
            Tapi dia berhasil membuatku senyum-senyum sendiri.
            Sukses membuat kerja otakku melambat ketika harus berdekatan atau beradu tatapan.

            Aku kalah telak, bahkan hanya karena satu gertakan senyuman.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kepikiran #3 Kepikiran

What Happened to My Twenty-Seventh

Human's Emotion Over a Novel: Laut Bercerita