Bukan Awan #4
“ Lang, kamu mikir apa yang aku
pikirin gak? “
Perempuan ini menatapku dengan tatapan serius. Seperti berharap jawaban ‘ iya ‘ keluar dari mulutku. Yang akan mensugestinya dan si awan kecil itu akan mendatanginya jika hari hujan.
“ Jangan terlalu berharap. Kadang apa yang kita harapkan malah gak kejadian “
“ Aku gak berharap. Aku cuma bayangin kalau beneran kejadian. Bayangin aja aku udah seneng, apalagi bener-bener kejadian “ katanya sambil memandang lurus ke arah lapangan di depan kami. Senyumnya masih mengembang. Sepertinya dia mulai berimajinasi.
“ Eh iya, aku masuk kelas duluan ya, Lang. Makasih udah mau senyum dan ngerespon ocehan aku “
Perempuan ini menatapku dengan tatapan serius. Seperti berharap jawaban ‘ iya ‘ keluar dari mulutku. Yang akan mensugestinya dan si awan kecil itu akan mendatanginya jika hari hujan.
“ Jangan terlalu berharap. Kadang apa yang kita harapkan malah gak kejadian “
“ Aku gak berharap. Aku cuma bayangin kalau beneran kejadian. Bayangin aja aku udah seneng, apalagi bener-bener kejadian “ katanya sambil memandang lurus ke arah lapangan di depan kami. Senyumnya masih mengembang. Sepertinya dia mulai berimajinasi.
“ Eh iya, aku masuk kelas duluan ya, Lang. Makasih udah mau senyum dan ngerespon ocehan aku “
“
Iya, anytime “
Dia tersenyum dan aku mempersilakan dia pergi dengan senyum seadanya. Ada setitik api kesal mencoba membakar bahagiaku. Awan itu, baiknya kau tak usahlah pakai acara hujan segala. Jadilah mendung selalu tanpa harus turun dan membasahi gadisku.
Dia tersenyum dan aku mempersilakan dia pergi dengan senyum seadanya. Ada setitik api kesal mencoba membakar bahagiaku. Awan itu, baiknya kau tak usahlah pakai acara hujan segala. Jadilah mendung selalu tanpa harus turun dan membasahi gadisku.
~~~
Sepertinya doa perempuan tadi
dikabulkan Tuhan. Hujan benar-benar turun sore ini. Hanya tinggal menunggu si ‘
awan ‘ itu benar-benar jatuh seperti rintik-rintik yang lain atau tidak.
“
Eh Gilang, kamu belum pulang? “
Suara
perempuan dari arah belakang membuyarkan lamunanku.
“ Belum, nunggu hujan agak reda dulu. Kamu gak dijemput hari ini? “ tanyaku pada perempuan yang kini sudah berdiri di sebelahku. Wajahnya terlihat lelah tapi senyum tak luput dan seakan tak mau pergi dari wajah itu.
“ Enggak, kasian juga ayah aku mesti jemput hujan-hujan gini, tadi aku udah izin juga bakal naik bus hehe “
“ Belum, nunggu hujan agak reda dulu. Kamu gak dijemput hari ini? “ tanyaku pada perempuan yang kini sudah berdiri di sebelahku. Wajahnya terlihat lelah tapi senyum tak luput dan seakan tak mau pergi dari wajah itu.
“ Enggak, kasian juga ayah aku mesti jemput hujan-hujan gini, tadi aku udah izin juga bakal naik bus hehe “
“
Oh, apa mau sekalian nebeng? Di motor ada jas hujan kok, kamu bisa pakai itu
nanti “
Aku
menawarkan sebuah kesempatan untuknya, atau lebih tepatnya untukku? Hmm
setidaknya akan menguntungkan kedua belah pihak kupikir.
“
E-eh gak usah, bentar lagi juga hujannya berhenti. Aku bisa naik bus sendiri “
Mandiri. Sederhana dan apa adanya. Meskipun kadang tingkahnya aneh jika sudah terlalu senang. Tapi, apapun dia, bagaimanapun dia, sukses membuatku jatuh hati.
Mandiri. Sederhana dan apa adanya. Meskipun kadang tingkahnya aneh jika sudah terlalu senang. Tapi, apapun dia, bagaimanapun dia, sukses membuatku jatuh hati.
Tangannya
kini menengadah dan memainkan air hujan yang turun. Sambil sesekali dia
mencipratkannya ke arahku. “ Hey, basah, Tang! “
“ Tang? Hahaha kamu manggil nama aku?
Dan manggilnya pakai nama tengah aku “
“ Kenapa emangnya ? “ tanyaku heran
sambil mengelap wajahku yang basah terkena air hujan hasil kejailan perempuan
ini.
“ Hmm gapapa, itu panggilan aku kalau
di rumah. Kalau di sekolah mana ada yang manggil aku kaya gitu. Kesannya malah
kaya manggil perkakas bangunan “ jawabnya sambil tertawa kecil. Tanpa sadar aku
juga ikut tertawa.
“ Eh kamu bisa ketawa juga? Wah hari
ini kamu banyak mengalami perkembangan ya “
Aku langsung memalingkan wajah dan
menghentikan tawaku. Wajahnya tampak senang karena sudah berhasil meledekku. Entahlah,
kalau kupikir lagi sebenarnya tadi apanya yang lucu? Perkakas bangunan?
“ Oh iya, Lang, menurut kamu secret
admire aku bakal muncul gak? “
“
Secret admire? “
“
Iya, orang yang sering ngepost kata-kata gitu di instagram dan ngetag nama aku
itu “
“
Oh yang itu, mungkin “
“
Hmm aku berharap dia muncul, Lang. Aku penasaran dengan sosok nyatanya “
Hmm
iya, aku juga. Aku bergumam dalam hati. Aku pun penasaran akan sosok si awan
yang mampu membuat gadis ini berharap sosoknya nyata. Walau sebenarnya juga aku
tak rela jika saja si awan itu benar-benar ada dan membuat gadis ini
benar-benar terpikat.
Dia
masih berdiri di sebelahku. Sesekali dia melihatku, detik berikutnya
mengalihkan pandangannya. Mungkin dia heran lelaki sepertiku benar-benar ada.
Dingin, tak banyak bicara dan tak seramah orang-orang yang biasanya. Aku tak
sebenderang namaku.
“
Hey, lihat! “
Perempuan
ini menunjuk sesuatu yang bergerak pelan dari atas. Balon dan sebuah pemberat
yang dapat membuat balon itu bergerak jatuh perlahan di depan kami. Tanpa
a-i-u-e-o perempuan ini langsung bergegas ke arah balon itu padahal hujan masih
turun. Sudah cukup reda memang, tapi dia bisa sakit kalau begitu.
“
Hey, Tang, masih hujan! “
Aku
memanggilnya tapi dia seakan tak peduli. Dia mengambil balon itu dan berlari
kecil ke arahku. Wajahnya bahagia sekali. Dia membuka sebuah tabung kecil yang
disematkan dipemberat balon itu.
“
Kamu mau buka itu? Kamu yakin emang itu buat kamu? “
“ Hmm hehehe enggak sih tapi yaudahlah udah terlanjur “ katanya sambil berusaha mengambil kertas yang ada dalam tabung kecil itu. Dan dia berhasil mendapatkannya.
“ Hmm hehehe enggak sih tapi yaudahlah udah terlanjur “ katanya sambil berusaha mengambil kertas yang ada dalam tabung kecil itu. Dan dia berhasil mendapatkannya.
“
Apa isinya? “ tanyaku penasaran.
Langit gelap
Hujan turun
Aku benar-benar jatuh, kepadamu.
Dia membacakan isi surat pendek itu.
“ Hanya itu? “
Aku
bertanya pada perempuan ini. Tampak wajahnya juga bingung. Dia menatapku dan
hanya menganggukkan kepalanya.
“
Tapi ini artinya dia ada di sini! “ Tiba-tiba perempuan ini berteriak dan
tersenyum lebar. Dia langsung mencari-cari sosok ‘ awan ‘ itu.
“
Kamu benar, aku ada di sini “
Suara
seorang laki-laki terdengar bersamaan dengan suara pintu terbuka di belakang
kami. Aku langsung membalikkan badan ke arah suara itu berasal. Tak kalah
cepat, perempuan ini juga langsung berpaling ke arah suara laki-laki itu.
“
Aku benar-benar jatuh. Bukan mengenaimu, tapi kepadamu. Aku benar-benar jatuh, bukan
karena berkondensasi, tapi karena reaksi kimia dalam tubuhku yang menjadikanku
seperti ini. Jatuh, bersamaan dengan hujan. Benar-benar jatuh, jatuh hati
tepatnya “
Sial.
Lelaki ini dengan mudahnya melafalkan kalimat puitis dengan gayanya yang bahkan
jauh dari kesan lebay.
“
Kak Awan? “ perempuan ini menyerukan sebuah nama. Matanya menatap lurus ke arah
lelaki di hadapan kami. “ Jadi, awan itu bukan konotasi? “ aku bergumam
sendiri.
Lelaki itu tak memalingkan pandangannya dari perempuan di sebelahku. Matanya bak menandakan ‘ dia milikku ‘ akan perempuan ini. Terpana. Ku lihat mata perempuan ini berbinar dan serasa tak menyangka akan apa yang ada dihadapannya.
Lelaki itu tak memalingkan pandangannya dari perempuan di sebelahku. Matanya bak menandakan ‘ dia milikku ‘ akan perempuan ini. Terpana. Ku lihat mata perempuan ini berbinar dan serasa tak menyangka akan apa yang ada dihadapannya.
“
Iya, aku Awan “ katanya dengan sebuah senyuman mendarat di wajahnya. Dia
mengulurkan tangan dan perempuan ini menyambutnya.
“ a-aa “
“
Amanda Bintang Andriana “ Dia meneruskan apa yang ingin diucapkan perempuan
ini.
“
Ehehehe iya itu nama saya “
Perempuan
ini tak dapat menyembunyikan perasaan senangnya. Senyumnya dari tadi tak
habis-habis tergambar di wajahnya. Lelaki di hadapannya juga terlihat sangat
menikmati momen itu.
“
Hujannya udah reda, kamu gak pulang, Tang? “
Aku
membuka suara. Tak tahan melihat pemandangan semacam ini. Yah, bagaimanapun
juga aku lelaki yang juga menyukainya. Lagipula dalam keadaan ini aku merasa
kalah. Semudah itu dia menyampaikan perasaan sedangkan aku hanya bisa bungkam
dan diam.
“ Eh iya, maaf kak saya harus pulang sekarang. Selamat sore “ Dia berjalan cepat meninggalkan aku dan lelaki ini. Lalu keheningan terjadi di antara kami. Kikuk.
“ Eh iya, maaf kak saya harus pulang sekarang. Selamat sore “ Dia berjalan cepat meninggalkan aku dan lelaki ini. Lalu keheningan terjadi di antara kami. Kikuk.
Awan #5 kapan keluar noona? (;
BalasHapusSoon, sir :))
BalasHapusSoon, sir :))
BalasHapusTeach me p'se, hhe
BalasHapuswhat should i teach? ehehe it just 'bout imagination ehehehe
BalasHapus